Keutamaan Amal Shaleh Pada Sepuluh Hari di Awal Bulan Dzulhijjah
Siswa Siswi KBIT-TKIT Bina Amal latihan Manasik Haji |
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shaleh
lebih dicintai oleh Allah melebihi sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah).”
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya, “Wahai Rasulullah, juga (melebihi
keutamaan) jihad di jalan Allah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “(Ya, melebihi) jihad di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar
(berjihad di jalan Allah) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak ada yang
kembali sedikitpun.”[HSR al-Bukhari (no. 926), Abu Dawud
(no. 2438), at-Tirmidzi (no. 757) dan Ibnu Majah (no. 1727), dan ini lafazh Abu
Dawud]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan beramal
shaleh pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, Imam
an-Nawawi dalam kitab beliau Riyadhush Shalihin[2] mencantumkan hadits ini pada
bab: Keutamaan ibadah puasa dan (ibadah-ibadah) lainnya pada sepuluh hari
pertama di bulan Dzulhijjah.
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
1.
Allah melebihkan keutamaan zaman/waktu tertentu di
atas zaman/waktu lainnya, dan Dia mensyariatkan padanya ibadah dan amal shaleh
untuk mendekatkan diri kepada-Nya[3].
2.
Karena besarnya keutamaan sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah ini, Allah Ta’ala sampai bersumpah dengannya dalam firman-Nya: وَلَيَالٍ عَشْرٍ “Dan demi malam yang
sepuluh.” (Qs. al-Fajr: 2). Yaitu: sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah,
menurut pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dan Ibnu Rajab[4], [serta
menjadi pendapat mayoritas ulama].
3.
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Tampaknya sebab
yang menjadikan istimewanya sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah adalah karena
padanya terkumpul ibadah-ibadah induk (besar), yaitu: shalat, puasa, sedekah
dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.”[5]
4.
Amal shaleh dalam hadits ini bersifat umum, termasuk
shalat, sedekah, puasa, berzikir, membaca al-Qur’an, berbuat baik kepada orang
tua dan sebagainya.[6]
5.
Termasuk amal shaleh yang paling dianjurkan pada waktu
ini adalah berpuasa pada hari ‘Arafah (tanggal 9
Dzulhijjah)[7], bagi yang tidak sedang melakukan ibadah haji[8], karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang puasa pada hari
‘arafah, beliau bersabda, أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ “Aku berharap kepada Allah puasa ini menggugurkan
(dosa-dosa) di tahun yang lalu dan tahun berikutnya.”[9]
6.
Khusus untuk puasa, ada larangan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
melakukannya pada tanggal 10
Dzulhijjah[10], maka ini termasuk pengecualian.
7.
Dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan
bahwa berjihad di jalan Allah Ta’ala adalah termasuk amal yang
paling utama[11].
***
[2] 2/382- Bahjatun Naazhirin.
[3] Lihat keterangan Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam
kitab Latha-iful Ma’aarif (hal. 19-20).
[4] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/651) dan Latha-iful
Ma’aarif (hal. 20).
[5] Fathul Baari (2/460).
[6] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh
al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin
(3/411).
[7] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh
al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/102).
[8] Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
puasa pada hari itu ketika melakukan ibadah haji,
sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1887) dan Muslim (no. 123). Lihat kitab
Zaadul Ma’ad (2/73).
[9] HSR Muslim (no. 1162).
[10] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1889) dan
Muslim (no. 1137).
[11] Lihat Syarhu Riyadhis Shalihin (3/411).
Berbagi
Komentar