DAN ANDA MENYEBUT INI.. CINTA? Sebuah tanya jawab tentang parenting anak..
Ada Ibu baik yang bersedia membagikan masalahnya dengan teman-teman kami agar dapat menjadi pelajaran.
Pertanyaan:
Bunda, saya besar dari keluarga yang tidak utuh. Dan kebetulan Ibu saya sangat temperamental Bunda, sedikit main pukul dan pasti selalu menggunakan kekerasan baik fisik maupun verbal.
Sekarang saya punya permasalahan yang sama Bunda, sepertinya saya selalu dihantui kekerasan orang tua saya pada saya. Jadi saya terkadang sangat kasar pada anak-anak saya Bunda, saya seperti punya dua kepribadian. Sekarang ini anak pertama saya semakin susah untuk diberi tahu, selalu berargumen dan bahasa tubuhnya mau melawan dengan mengepal-ngepal tangan pada kami, orang tuanya. Sering saya dan suami jadi terpancing untuk melakukan kontak fisik. Padahal saya sangat tahu itu salaaaaah. Terkadang saya seperti orang yang punya kepribadian ganda Bunda, karena di satu sisi saya selalu lembut tapi di sisi lain saya sangat kasar. Bagaimana saya memperbaiki diri agar menjadi tauladan yang baik untuk anak-anak saya. Tak jarang saya merasa frustasi Bunda karena saya tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Tolong Bunda saya ingin menjadi sebaik-baiknya Ibu untuk anak-anak saya. Jazaakillah.
Jawaban kami:
Pengasuhan itu sebetulnya hanyalah penerusan kebiasaan. Anak yang dulunya dibesarkan dengan banyak les, biasanya akan me-les-kan pula anak-anak mereka. Anak yang dibesarkan dengan pendidikan agama yang baik akan menitikberatkan agama pada pengasuhan anak mereka kelak. Dan...anak yang dipukul akan menjadi orang tua yang pemukul juga. Semua tergantung kebiasaan bagaimana orang tersebut diasuh dulu. Tentunya ada pengecualian bagi mereka yang belajar menjadi lebih baik dan memiliki keinginan kuat untuk menghentikan kebiasaan itu, ya bisa. Tapi umumnya, pengasuhan.. diturunkan.
Kalau soal marah, semua orang tua pasti ada marahnya Bu. Namanya juga manusia, kadang baik, kadang 'jahat'. Kalau baik terus, namanya malaikat, kalo jahat terus namanya setan, tapi kita manusia, yang memiliki 2 sifat itu secara adil. Gak ada orangtua, khususnya Ibu, yang baikkkk terus gak pernah kasar dan marah sama anaknya. Dan begitu pula sebaliknya. Kalo iya, anaknya mau jadi apa?
Orangtua kita dulu juga begitu, mostly baik, dan kadang marah besar juga kan, tergantung kesalahan yang kita lakukan. Kami rasa Ibunya Ibu menjadi temperamental karena harus melewati perceraian yang tidak mudah, sehingga dengan masalah yang bertumpuk, sumbu beliau lalu memendek ketika anak-anaknya bertingkah. Tentunya itu tidak bisa menjadi alasan untuk memukuli anaknya, tapi yang lewat sudahlah. Kita lihat ke depan saja dan mencoba menjadi lebih baik.
Anak, tidak ada yang gampang di beri tahu Bu. Kalau gampang, Ibunya enak sekali, jadi tidak ada Ibu yg cerewet dong.
Jadiii, anak Ibu yang semakin susah untuk diberi tahu dan selalu berargumen hanya membuktikan bahwa anak Ibu adalah manusia normal dan sehat, dan bahwa otaknya berkembang. Itu dulu yang perlu Ibu pahami. Namun, sudahlah anak normal biasanya harus diberitahu berulang-ulang, apalagi anak Ibu yang sudah mengalami kekerasan, 'gangguan' perilakunya akan semakin banyak.
Tapii walaupun semua anak ada 'melawan'nya, bahasa tubuh anak Ibu yang kesannya mau melawan dengan mengepalkan tangannya ke Ibu itu yang tidak normal, tidak diterima, tidak benar dan perlu di luruskan.
Bagaimana cara meluruskan? Jelaskan baik-baik. Kapan? Kalau semua sudah tidak emosi. Si anak tidak sedang emosi, Ibu juga tidak emosi, Ayahnya pun juga tidak emosi. Nanti, kalau mau tidur. atau besoknya, atau lusa, pas lagi jalan-jalan di mal, atau leyeh-leyeh sore. Jangan 'tembak di tempat' saat itu juga, karena jika orang sedang emosi, jalur berpikir logis mereka tertutup Bu. Itu kenapa Ibu 'balas' dengan kontak fisik juga. JANGAN BERSEDIH, SAYA JUGA BEGITU.
Semua orangtua normal begitu, yang tidak begitu? Setengah malaikat mungkin. Tapi normalnya, semua orangtua tidak terima anaknya mau 'ninju' dia. Kalau perlu kita tinju dulu tuh anak lebih kenceng biar ada sopannya sama orgtuanya.
Semua.. orangtua.. begitu.
Jadi Ibu jangan berpikir bahwa Ibu punya kepribadian ganda. Jika Ibu memiliki kepribadian ganda, Ibu tidak akan ingat sama sekali kejadian yang membuat Ibu marah karena diambil alih dengan kepribadian yang sedang muncul dan sedang mengamuk marah. Gak gitu kan? Ibu ingat kan? Berarti Ibu tidak memiliki berkepribadian ganda. Santai saja..
Tentu seperti kalimat kami di awal tadi, Ibu sadar kan ya, bahwa perilaku pengepalan tangan anak Ibu besar kemungkinan karena dia pernah melihat Ibu melakukan hal yang sama, jadi dia pikir, begitulah cara marah yang benar. Jadi bukan anak dulu yang perlu Ibu khawatirkan. Betulkan diri Ibu dulu dan cari cara marah yang lebih sehat, baru kita bisa betulkan anak kita.
Bagaimana cara marah yang sehat? Nanti di bawah akan dijelaskan. Tapi yang pasti, setelah emosi reda, Ibu jelaskan kenapa Ibu marah, kenapa dia tdk boleh mengulangi perilakunya lagi, dan cara mengatasi marahnya secara sehat.
contoh: (DALAM KEADAAN SANTAI)
"Maaf ya Kak tadi (atau kemarin, atau 2 hari yang lalu *tp jangan kelewat lama*) Kakak Mama pukul.. Mama marah sekali Kakak mengepalkan tangan begitu, mau melawan Mama. Mama tahu kakak marah, tapi cara begitu sangat, sangat salah. Allah marah kalau kita melawan orangtua seperti itu. Kakak pikir boleh ya mukul mama? Gak boleh dan gak pernah boleh. Jadi yang boleh apa? Kakak bilang ke Mama bahwa Kakak marah, dan kenapa Kakak marah. Jadi Mama tahu dan Mama akan coba bantu membuat kakak gak marah lagi. Tapi cara tadi salah dan Mama tidak akan pernah mau lihat kakak melakukan itu lagi, paham? Kenapa? Karena: (1.) Allah melarang kita kasar pada orang tua; (2.) Kalau Kakak begitu, Mama akan marah juga dan gak sengaja nyakitin Kakak dan Mama gak mau nyakitin Kakak. Jadi kalau lain kali kakak marah, bilang, "KAKAK MARAH!!!" Lalu rasanya mau pukul sesuatu? Ambil bantal, pukul bantal boleh. Tapi pukul Mama? NEVER. Kakak ngerti?
Dengan kalimat tersebut kakak belajar bahwa:
1. Kalau seseorang melakukan kesalahan, minta maaf. Mau kita Ibu, kepala sekolah, presiden sekalipun, kalau salah ya minta maaf.
2. Kita mengenali emosinya, dia marah. Dan marah itu boleh. Mama juga marah. Marah adalah bagian dari menjadi manusia. Kalau kita melarang anak untuk marah, berarti kita mengambil haknya sebagai manusia, gak adil.
3. Meluapkan marah ada banyak cara. Bisa membentak, memukul, dll. Idealnya ya cara Rasulullah dengan berwudhu atau diam, tapi karena Ibu saja belum bisa begitu ya ajarkan cara peluapan marah yang benar dan 'sehat'. Cara Ibu belum sehat karena memukul itu tidak benar. Tapi karena Ibu meluapkan marah dengan salah, makanya Ibu minta maaf.
4. Ada konsekuensi terhadap peluapan marah yang salah. Kalau memukul, maka orang jadi sakit, kalau melawan orangtua, akan berdosa karena melanggar perintah Allah, dll.
5. Ada cara peluapan marah yang 'boleh', mau mukul? Boleh, tapi memukul apa dulu. Mukul dan bentak Mama? Bukan seperti itu. Yang benar, bilang kalau marah, dan kenapa marahnya. Kemampuan mengutarakan emosi ini sangaattt penting, bahkan sampai anak Ibu punya keluarganya sendiri nanti. Kalau dia marah lalu membanting-banting pintu, pesannya tidak akan sampai kepada pasangannya. Dia harus belajar untuk mengatakan "Saya marah karena kamu.."
Namun ilmu ini sulit, Ibu saja belum bisa kan?
6. Emosi mengalir dari 1 orang ke 1 orang yang lain. Kakak marah, Kakak meluapkan marahnya sehingga membuat Mama marah. Nanti karena marah sama kakak, adik ikut-ikut kena bentak, dan terus begitu, terus mengalir. Sama seperti kalau kita sedang bermasalah dengan pasangan, hati kita yang gak enak membuat kita ingin membentak anak-anak kan?
Cara kita marah adalah contoh bagi anak-anak kita akan cara meluapkan kemarahan. Kalau anak melihat kita memukul, dia pikir itulah cara ekspresi marah yang benar, karena selama ini Mama marahnya begitu. Jadi kitapun harus memperbaiki diri. kalau kira-kira sudah mau marah, emosi sudah setinggi hidung (jangan tunggu sampai ke ujung rambut, nanti keburu meledak) cari cara menyalurkannya dengan baik. Bagaimana? Cara orang beda-beda, ada yang pergi menjauh dari sumber kemarahan, ada yang diam, ada yang wudhu, ada yang tidur, ada yang mengalihkan perhatiannya ke sesuatu hal yang lain, ada yang mengatur pernafasan, istigfar, makan es krim dan lain sebagainya, Ibu harus mencari cara yang sesuai dengan karakter Ibu.
Sekali lagi saya ingatkan, anak-anak yang dipukul akan menjadi orang dewasa yang memukul. Setiap kali Ibu memukul anak Ibu, ingatlah bahwa anak itu akan memukul cucu Ibu dan seterusnya. Pengasuhan adalah kebiasaan yang diturunkan. Jika orangtua kita melakukan kesalahan, bersungguh-sungguhlah berusaha menahan diri untuk tidak melakukan hal yang sama. Putuskan lingkaran setannya sekarang, jangan sampai berlarut ke generasi-generasi mendatang.
Pukulan (atau bentuk kekerasan apapun) terhadap anak memiliki akibat sangat buruk, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Anak bisa depresi, apatis, kehilangan kepercayaan diri, menyakiti sesama, sulit berkonsentrasi, gangguan makan, sering sakit, kemampuan verbal yang menurun, dan ribuan efek lainnya (yang bisa Ibu cari di google sendiri) yang bertahan jauh lebih lama daripada kesalahan yang dia lakukan dan kemarahan yang Ibu luapkan, yang kesemuanya tidak bisa Ibu sembuhkan dengan plester.
Sebelum mengakhiri pembahasan ini, perlu kami ingatkan bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang kita lakukan pada anak kita, setiap detiknya, setiap sentinya, apakah itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyakitkan, sepanjang hidup mereka. Jadi jangan sampai salah meluapkan marah.
Enjoy your children!
Salam hangat,
Yayasan Kita dan Buah Hati
Berbagi
Komentar