Agar anak terus semangat berprestasi
Siswa Bina Amal Pemenang Lomba |
Motivasi belajar sangat berpengaruh
terhadap pencapaian prestasi seorang anak. Dalam hal ini, anak
membutuhkan dukungan dari lingkungan terdekat, seperti orangtua, guru di
sekolah maupun lingkungan keluarga yang sering berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari si anak. Idealnya kita bukan hanya sebagai
penentu aturan bagi anak, tetapi bisa lebih dari itu yaitu sebagai
fasilitator dan motivatornya anak-anak. Sebagai fasilitator bahwa kita
mampu memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, baik secara fisik
dan mental. Sedangkan menjadi motivator, bahwa kita harus mampu
menstimulasi dan memberikan motivasi kepada anak agar mereka bisa
mencapai prestasi lebih dari yang sekarang sudah mereka raih.
Berikut ini ada beberapa cara memotivasi yang baik bagi anak, yaitu :Mengakui prestasi yang dilakukan anak
Berilah penghargaan atas prestasi yang berhasil dilakukan oleh anak. Bila kita mau memberikan penghargaan untuk anak walaupun dari hal kecil sekalipun, akan membangkitkan motivasi mereka untuk melakukan hal-hal yang lebih besar lagi. Misalnya ketika anak berhasil memakai baju sendiri, tetapi terbalik. Jangan anggap remeh prestasi mereka, apalagi kita sampai berkomentar yang merendahkan mereka “Ah, begini saja kok gak bisa!”, “katanya bisa pakai baju sendiri, kok begini saja terbalik ?”.
Padahal bagi seorang anak yang baru belajar memakai baju sendiri, tentu bukanlah hal yang mudah untuk mengkoordinasikan antara motorik halus dan kasar. Komentar bijaksana, seperti “Ayo, Nak. Sedikit lagi kamu pasti bisa pakai baju sendiri.” Membuat anak merasa dihargai usahanya dan mendapat dukungan orang tuanya untuk melakukan prestasi yang lebih dari itu. Bila mereka berhasil memakai baju dengan sempurna, tidak terbalik lagi, ini merupakan satu prestasi lain yang berhasil mereka lakukan
Jangan membandingkan anak dengan orang lain
Hindari memotivasi dengan cara membandingkan prestasi anak dengan prestasi temannya. Misalnya “Tuh, contoh dong si Dita.. dia saja bisa dapat A, … masa kamu nggak..” Kalimat-kalimat seperti ini dapat langsung menjatuhkan mental anak. Bila kita mau membuat perbandingan, bandingkanlah si anak dengan dirinya mereka sendiri. Misalnya, “kemarin kamu berhasil mendapat A, kok sekarang nggak ya?” Jadi yang dibandingkan adalah ia dengan dirinya saat berprestasi bukan dengan prestasi orang lain sehingga tidak akan tersinggung.
Jangan mengklaim prestasi anak sebagai hasil kerja orang tua
Ketika anak mendapatkan nilai bagus di sekolah, seringkali orang tua mengatakan “Anaknya siapa dulu dong… Anak Mama…” Seolah prestasi itu bukan merupakan hasil karya dan kerja keras si anak, tetapi karena “Anak Mama.”
Bertanyalah ketika anak tidak berprestasi
Ketika anak sedang tidak berprestasi sebaiknya orang tua tidak memberi nasihat tetapi bertanya dan mendengarkan jawaban mereka. Misalnya ketika nilai anak turun, orang tua bisa bertanya “kenapa ya, nilai Dita turun?”. Bila anak tidak mau menjawab, jangan dipaksa. Tunggulah saat yang tepat, misalnya ketika si anak sedang santai. Kita bisa bertanya lagi untuk hal yang sama. Mencobalah untuk empati dengan apa yang mereka ceritakan agar kita benar-benar tahu permasalahannya. Ketika anak sedang bercerita sebaiknya jangan dipotong atau memberikan komentar seperti “Ah, itu sih bisa-bisanya kamu aja”, “kamu ngeles yaa?”, atau “Kalau itu, karena kamunya aja yang malas.”
Jadikan posisi kita sebagai orang tua yang siap membantu atas permasalahan anak bukan hanya sekedar mengatur atau mendikte mereka saja. Kalau mereka sudah selesai bercerita, kita bisa tanyakan “Apa yang bisa mama bantu, Nak ?” atau libatkan peran mereka untuk bisa berpendapat dan mengeluarkan idenya atas kasus yang dialami oleh si anak itu sendiri, misalnya dengan menanyakan, “Lalu menurut kamu bagaimana solusi yang terbaik ya sayang?”
Bila si anak minta nasihat dari kita, barulah kita bisa sharing, berbagi pengalaman dengan memberikan contoh-contoh masalah yang pernah kita alami pada masa kecil. Kita juga bisa memberikan contoh pengalaman orang lain yang pernah mengalami hal serupa dengan anak kita.
Membuat surat rahasia
Untuk memberikan motivasi anak, kita bisa membuat surat rahasia yang hanya diketahui oleh orangtua dan anaknya. Misalnya, “Nak, Mama mempunyai surprise untuk kamu, mama telah meletakkan sebuah surat di bawah bantal tidurmu, yang tahu isinya hanya mama dan kamu, nanti sebelum tidur kamu baca ya”. Isi surat tersebut bisa berupa kalimat penyemangat dan pujian untuk mereka berkaitan dengan kegiatan belajar dan sekolahnya.
Tidak memotivasi berlebihan
Anak yang sudah termotivasi, memiliki efek tekanan yang tinggi. Semakin dimotivasi, semakin tinggi beban yang ia tanggung. Hal ini justru akan mengganggu prestasinya. Oleh karena itu sebaiknya orang tua tidak perlu memotivasi lagi bila kondisi anak sudah termotivasi agar mereka tidak merasa terbebani. Misalnya “Ma, aku ingin dapat nilai 100.” Mintalah mereka untuk lebih santai, “Tenang saja Nak, kalau dapat 100 bagus, kalau nggak juga nggak apa-apa.” Dengan begitu anak akan lebih merasa nyaman dan tetap termotivasi.
Berbagi
Komentar