Mendidik Anak tanpa Membentak....Mungkinkah ?
Mendididik anak tanpa membentak...? Mungkin ga ya...pasti susah, pasti sulit nih...!!!
Tahukah ayah, bunda beberapa literatur dan artikel anak mengungkapkan bahwa bahaya membentak anak sangat berefek negatif pada keadaan psikologisnya, mereka akan merasa tertekan dan terus memendam rasa tertekannya tersebut. Selain berpengaruh buruk terhadap psikologisnya, membentak juga akan membuat renggang ikatan batin antara orangtua dengan anak, bahkan bentakan tidak akan mengajarkan apa-apa untuk perkembangan si kecil. Anak yang berusia di bawah 10 tahun, mereka tidak akan melawan atau balas membentak, sifat pasif mereka inilah yang menjadi alasan tidak bisa diukur seberapa besarnya dampak yang terjadi terhadap psikologis anak akibat dibentak.
Anak cenderung meniru apa yang dilihat dan didengarnya, seorang anak yang dibentak dan diomeli atau dimarahi dengan berteriak cenderung akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, gampang tersinggung, cepat marah, bahkan mungkin akan menganggap sah-sah saja berkomunikasi menggunakan bentakan, omelan dan kemarahan kepada orang-orang di sekitarnya tanpa pandang bulu.
Banyak faktor yang menjadi penyebab orangtua paling sering melakukan kesalahan dalam mendidik anaknya, salah satunya mengabaikan faktor-faktor penting dalam teknik berkomunikasi yang akhirnya menganggap seolah-olah anaknya seperti anak nakal yang tidak mau mendengarkan perkataan orangtuanya. Lalu apa saja faktor-faktor penting dan cara mendidik anak yang baik tersebut? Berikut di antaranya:
Faktor komunikasi dua arah.
Pastikan bahwa saat Anda berbicara dengan sang anak, Anda benar-benar menatap matanya, begitupula dengan mereka. Hindari berbicara saat salah satu dari Anda atau keduanya saling melakukan aktivitas lain seperti, mengajak bicara anak tetapi Anda malah sambil bermain gadget, atau sebaliknya. Hentikan semua aktivitas apapun saat Anda berusaha untuk berbicara dengan mereka. Pegang kedua tangannya lalu minta mereka untuk berdiri menghadap Anda atau duduk di hadapan Anda saat ingin berbicara dengan mereka, pastikan mereka terpusat perhatiannya pada Anda yang hendak berbicara. Setelah mereka terpusat perhatiannya, mulai ajak bicara dengan lembut. Contoh: “sayang, ibu mau berbicara sebentar. Dengarkan baik-baik ya…” (sambil tetap memegang tangannya).
Faktor kesepakatan bersama.
Buat aturan main yang jelas serta konsekuensinya saat anak sudah tepat untuk dikenalkan dengan sebab dan akibat. Anak di atas 5 tahun harus sudah dikenalkan dengan konsekuensi, mulailah dengan hal-hal yang sepele dan ringan agar mereka merasa tidak berat dalam menjalaninya. Misalnya, saat mereka bermain berikan aturan yang jelas untuk membereskan mainannya jika mereka telah selesai menggunakannya. Jika mereka tidak melakukannya, berikan konsekuensi untuk dikurangi jatah jam menonton TV dan lain sebagainya. Pastikan ada tekanan konsistensi waktu dimulai dan sampai kapan konsekuensi tersebut akan dihentikan. Misal, “Jika kamu tetap tidak membereskan mainannya sendiri, mulai hari ini dan seterusnya kamu hanya boleh menonton TV selama 2 jam dalam sehari.” Dan beritahu sanksi yang akan mereka jalani jika melanggar kesapakatan tersebut.
Gunakan suara datar dan bahasa yang mudah dimengerti.
Sebisa mungkin, berkomunikasilah dengan suara yang lemah lembut tanpa berteriak dan disertai bentakan seperti cara mendidik anak secara islami meskipun Anda dalam kondisi kesal dan marah karena keteledoran sang anak. Ingatlah bahwa mereka masih belum mengetahui apapun di dunia ini, mereka adalah makhluk baru yang serba ingin tahu, cobalah untuk mengarahkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tenangkan diri jika Anda merasa kesal dan marah agar anak-anak tak menjadi sasaran kemarahan.
Gunakan kekuatan bisikan.
Saat semua yang telah dilakukan terasa tidak mempan untuk memberitahu anak mengenai apa yang telah dilakukannya, jurus terakhir adalah dengan menggunakan jurus “bisikan”. Misalnya dengan membisikkan perihal kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, “Kakak sayang, masih mau nonton TV kan? Mama ingatkan Kakak ya, kalau besok Kakak masih mau nonton TV mainannya segera dibereskan jika sudah selesai.” Jika sang anak tetap tidak mengindahkan usaha Anda dan melakukan pelanggaran secara kontinyu maka sudah tidak perlu banyak bicara lagi, lakukan tindakan yang riil. Contohnya dengan mengamankan TV agar mereka tidak bisa lagi menonton TV saat itu, hal ini perlu dilakukan untuk menunjukkan sikap tegas dan konsisten Anda sebagai orangtua dalam mendidiknya.
Anak memiliki sifat "peniru" terhadap orang tua, guru, teman atau masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu dalam pembentukan karakter dalam usia dini, kita harus berhati-hati.
Memberi contoh yang baik agar anak dapat meniru hal-hal yang positif merupakan sesuatu yang sulit. Bahkan tanpa sadari, kita membawa dampak negatif. Misalnya kita membentak anak saat melakukan kesalahan. Jika sering dilakukan maka anak akan memiliki sifat pemarah.
Sebisa mungkin berkomunikasilah dengan suara yang lemah lembut tanpa berteriak dan disertai bentakan, bagaimanapun anak memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga melakukan kesalahan. Cobalah untuk mengarahkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tenangkan diri jika kita merasa kesal dan marah agar anak tak menjadi sasaran kemarahan.
Anak cenderung meniru apa yang dilihat dan didengarnya, seorang anak yang dibentak dan diomeli atau dimarahi dengan berteriak cenderung akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, gampang tersinggung, cepat marah, bahkan mungkin akan menganggap sah-sah saja berkomunikasi menggunakan bentakan, omelan dan kemarahan kepada orang-orang di sekitarnya tanpa pandang bulu.
Banyak faktor yang menjadi penyebab orangtua paling sering melakukan kesalahan dalam mendidik anaknya, salah satunya mengabaikan faktor-faktor penting dalam teknik berkomunikasi yang akhirnya menganggap seolah-olah anaknya seperti anak nakal yang tidak mau mendengarkan perkataan orangtuanya. Lalu apa saja faktor-faktor penting dan cara mendidik anak yang baik tersebut? Berikut di antaranya:
Faktor komunikasi dua arah.
Pastikan bahwa saat Anda berbicara dengan sang anak, Anda benar-benar menatap matanya, begitupula dengan mereka. Hindari berbicara saat salah satu dari Anda atau keduanya saling melakukan aktivitas lain seperti, mengajak bicara anak tetapi Anda malah sambil bermain gadget, atau sebaliknya. Hentikan semua aktivitas apapun saat Anda berusaha untuk berbicara dengan mereka. Pegang kedua tangannya lalu minta mereka untuk berdiri menghadap Anda atau duduk di hadapan Anda saat ingin berbicara dengan mereka, pastikan mereka terpusat perhatiannya pada Anda yang hendak berbicara. Setelah mereka terpusat perhatiannya, mulai ajak bicara dengan lembut. Contoh: “sayang, ibu mau berbicara sebentar. Dengarkan baik-baik ya…” (sambil tetap memegang tangannya).
Faktor kesepakatan bersama.
Buat aturan main yang jelas serta konsekuensinya saat anak sudah tepat untuk dikenalkan dengan sebab dan akibat. Anak di atas 5 tahun harus sudah dikenalkan dengan konsekuensi, mulailah dengan hal-hal yang sepele dan ringan agar mereka merasa tidak berat dalam menjalaninya. Misalnya, saat mereka bermain berikan aturan yang jelas untuk membereskan mainannya jika mereka telah selesai menggunakannya. Jika mereka tidak melakukannya, berikan konsekuensi untuk dikurangi jatah jam menonton TV dan lain sebagainya. Pastikan ada tekanan konsistensi waktu dimulai dan sampai kapan konsekuensi tersebut akan dihentikan. Misal, “Jika kamu tetap tidak membereskan mainannya sendiri, mulai hari ini dan seterusnya kamu hanya boleh menonton TV selama 2 jam dalam sehari.” Dan beritahu sanksi yang akan mereka jalani jika melanggar kesapakatan tersebut.
Gunakan suara datar dan bahasa yang mudah dimengerti.
Sebisa mungkin, berkomunikasilah dengan suara yang lemah lembut tanpa berteriak dan disertai bentakan seperti cara mendidik anak secara islami meskipun Anda dalam kondisi kesal dan marah karena keteledoran sang anak. Ingatlah bahwa mereka masih belum mengetahui apapun di dunia ini, mereka adalah makhluk baru yang serba ingin tahu, cobalah untuk mengarahkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tenangkan diri jika Anda merasa kesal dan marah agar anak-anak tak menjadi sasaran kemarahan.
Gunakan kekuatan bisikan.
Saat semua yang telah dilakukan terasa tidak mempan untuk memberitahu anak mengenai apa yang telah dilakukannya, jurus terakhir adalah dengan menggunakan jurus “bisikan”. Misalnya dengan membisikkan perihal kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, “Kakak sayang, masih mau nonton TV kan? Mama ingatkan Kakak ya, kalau besok Kakak masih mau nonton TV mainannya segera dibereskan jika sudah selesai.” Jika sang anak tetap tidak mengindahkan usaha Anda dan melakukan pelanggaran secara kontinyu maka sudah tidak perlu banyak bicara lagi, lakukan tindakan yang riil. Contohnya dengan mengamankan TV agar mereka tidak bisa lagi menonton TV saat itu, hal ini perlu dilakukan untuk menunjukkan sikap tegas dan konsisten Anda sebagai orangtua dalam mendidiknya.
Anak memiliki sifat "peniru" terhadap orang tua, guru, teman atau masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu dalam pembentukan karakter dalam usia dini, kita harus berhati-hati.
Memberi contoh yang baik agar anak dapat meniru hal-hal yang positif merupakan sesuatu yang sulit. Bahkan tanpa sadari, kita membawa dampak negatif. Misalnya kita membentak anak saat melakukan kesalahan. Jika sering dilakukan maka anak akan memiliki sifat pemarah.
Sebisa mungkin berkomunikasilah dengan suara yang lemah lembut tanpa berteriak dan disertai bentakan, bagaimanapun anak memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga melakukan kesalahan. Cobalah untuk mengarahkannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tenangkan diri jika kita merasa kesal dan marah agar anak tak menjadi sasaran kemarahan.
Berbagi
Komentar