Supaya Anak Mau Minta Maaf
Meminta maaf bukan sesuatu yang mudah. Kebanyakan anak menolak mengakui kesalahan (“Saya tidak salah, mengapa harus minta maaf?”), atau mungkin saja mereka takut dan malu untuk minta maaf. Inilah beberapa hal yang bisa orang tua lakukan untuk mendorong anak meminta maaf kepada orang lain.
Bersikap netral. Jika dua anak terlibat konflik, sulit mengetahui siapa yang harus meminta maaf. Ketika Anda mendengar teriakan, “Dia mulai duluan!” jelaskan bahwa mereka tidak harus selalu berbuat kesalahan untuk meminta maaf. Katakan kepada masing-masing anak, “Saya menyesal sudah bertengkar.” Hal itu membantu anak menenangkan diri, memperbaiki kekecewaan, dan kembali melanjutkan permainan.
Lakukan bersama. Jelaskan kepada anak bahwa meminta maaf memang sulit, dan tawarkan bantuan. Jika ia masih terlalu kecil, Anda bisa mengatakan, ‘Ayo, kita katakan bersama’”. Sebagian anak memerlukan waktu untuk menenangkan diri, jadi ada baiknya Anda memberi dia kelonggaran (“Besok, ketika kita sampai di sekolah, Adik perlu meminta maaf kepada Willy. Mama mau kok membantu”). Akan lebih mudah bagi sebagian anak untuk menyampaikan permintaan maaf lewat gambar atau tulisan. Bahasa tubuh seperti membawa bunga atau pelukan saat bertemu juga bisa dijadikan media berekspresi.
Jangan memaksa. Dorong tapi jangan paksa anak untuk meminta maaf. Hal itu bisa memperkeruh suasana, anak merasa dipermalukan, dan tak seorangpun yang merasa nyaman dengan permintaan maaf yang dipaksakan. Jika anak bergumam, “maaf” hanya untuk memuaskan Anda, hal itu tidak ada artinya dan ia tidak akan mendapatkan apapun untuk dipelajari.
Redam amarah Anda. Daripada Anda berteriak, “Minta maaf sekarang atau kamu akan mendapat masalah!” lebih baik katakan, “Jika Adik punya cara untuk membuat Anna tidak marah lagi, Adik boleh main lagi sama Anna.”
Beri contoh. Jika anak terlalu marah atau tidak bisa mengucapkan kata “maaf”, Anda bisa meminta maaf untuk dia. Dengan begitu, Anda sudah memberi contoh baik sekaligus mengurangi kekecewaan anak lain. Setelah itu, ajari anak untuk mengikuti cara Anda. Anda bisa katakan kepada teman anak, “Maaf ya, tadi Danny salah. Tante janji akan membahas hal ini di rumah bersama Danny.”
Hati-hati jika terlalu mudah. Seringkali, anak menggunakan kalimat ajaib, “Aku minta maaf” sebagai tiket untuk keluar dari hukuman. Dengan mudah kalimat itu meluncur dari bibirnya setiap kali ia merasa telah berbuat kesalahan dan berharap semua orang segera melupakan kejadian itu. Dia merasa bingung ketika Anda masih merasa kecewa (Ia akan berkata, “Aku kan sudah bilang ‘Aku minta maaf!’”) dan boleh jadi ia akan mengulangi perilaku yang sama. Ketika hal itu terjadi, artinya anak sekadar belajar kata-kata. Tekankan bahwa permintaan maaf itu akan bermakna jika ia tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Bersikap netral. Jika dua anak terlibat konflik, sulit mengetahui siapa yang harus meminta maaf. Ketika Anda mendengar teriakan, “Dia mulai duluan!” jelaskan bahwa mereka tidak harus selalu berbuat kesalahan untuk meminta maaf. Katakan kepada masing-masing anak, “Saya menyesal sudah bertengkar.” Hal itu membantu anak menenangkan diri, memperbaiki kekecewaan, dan kembali melanjutkan permainan.
Lakukan bersama. Jelaskan kepada anak bahwa meminta maaf memang sulit, dan tawarkan bantuan. Jika ia masih terlalu kecil, Anda bisa mengatakan, ‘Ayo, kita katakan bersama’”. Sebagian anak memerlukan waktu untuk menenangkan diri, jadi ada baiknya Anda memberi dia kelonggaran (“Besok, ketika kita sampai di sekolah, Adik perlu meminta maaf kepada Willy. Mama mau kok membantu”). Akan lebih mudah bagi sebagian anak untuk menyampaikan permintaan maaf lewat gambar atau tulisan. Bahasa tubuh seperti membawa bunga atau pelukan saat bertemu juga bisa dijadikan media berekspresi.
Jangan memaksa. Dorong tapi jangan paksa anak untuk meminta maaf. Hal itu bisa memperkeruh suasana, anak merasa dipermalukan, dan tak seorangpun yang merasa nyaman dengan permintaan maaf yang dipaksakan. Jika anak bergumam, “maaf” hanya untuk memuaskan Anda, hal itu tidak ada artinya dan ia tidak akan mendapatkan apapun untuk dipelajari.
Redam amarah Anda. Daripada Anda berteriak, “Minta maaf sekarang atau kamu akan mendapat masalah!” lebih baik katakan, “Jika Adik punya cara untuk membuat Anna tidak marah lagi, Adik boleh main lagi sama Anna.”
Beri contoh. Jika anak terlalu marah atau tidak bisa mengucapkan kata “maaf”, Anda bisa meminta maaf untuk dia. Dengan begitu, Anda sudah memberi contoh baik sekaligus mengurangi kekecewaan anak lain. Setelah itu, ajari anak untuk mengikuti cara Anda. Anda bisa katakan kepada teman anak, “Maaf ya, tadi Danny salah. Tante janji akan membahas hal ini di rumah bersama Danny.”
Hati-hati jika terlalu mudah. Seringkali, anak menggunakan kalimat ajaib, “Aku minta maaf” sebagai tiket untuk keluar dari hukuman. Dengan mudah kalimat itu meluncur dari bibirnya setiap kali ia merasa telah berbuat kesalahan dan berharap semua orang segera melupakan kejadian itu. Dia merasa bingung ketika Anda masih merasa kecewa (Ia akan berkata, “Aku kan sudah bilang ‘Aku minta maaf!’”) dan boleh jadi ia akan mengulangi perilaku yang sama. Ketika hal itu terjadi, artinya anak sekadar belajar kata-kata. Tekankan bahwa permintaan maaf itu akan bermakna jika ia tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Berbagi
Komentar