Dampak Kasih Sayang Berlebihan
Tidak ada yang salah dengan memanjakan anak. Namun jika Anda terlalu memanjakan atau memberikan kasih sayang berlebihan, hal itu mungkin bisa berbahaya bagi perkembangan anak Anda. “Jika kasih sayang berlebihan terjadi terus menerus, maka saat anak beranjak dewasa, dia akan menjadi orang yang sulit mengambil keputusan dan dapat pula berpengaruh negatif pada perkembangan emosi. Ada kemungkinan dia juga akan berkembang sebagai individu egosentris dan kurang dapat mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia juga sulit menjadi pemimpin karena kurang bertanggung jawab,” kata penasihat Parents Dra. Miranda D, Zafriel, MPsi.
Satu hal yang sulit dilakukan adalah memberi batasan jelas kepada anak, yang berarti menetapkan peraturan, larangan, dan memegang teguh kesepakatan bersama antara anak dan orang tua. Batasan tersebut bisa Anda terapkan ketika anak menginjak usia batita dan transisi itu bisa menjadi masa yang amat sulit. Jika Anda bisa memberi limpahan kasih sayang kepada si bayi, kini Anda perlu mencoba memberi larangan kepada si batita. Tentu pada awal pelatihan, anak akan tampak sangat sedih. Di sinilah keteguhan Anda sebagai orang tua diuji.
Dalam kultur masyarakat perkotaan yang super sibuk, orang tua kerap menyerah terhadap rengekan anak karena cara itu dianggap paling mudah dan paling cepat. Padahal, anak menemukan rasa aman dalam pembatasan dan konsistensi. Jika anak tidak ditegur karena memecahkan vas bunga suatu hari, tapi di lain hari dia dimarahi habis-habisan, dia tidak akan mengerti batasan yang bisa dia jadikan pegangan.
Selalu menuruti keinginan anak akan menjadi bumerang bagi orang tua dan anak. Dimulai dari “Aku mau es krim,” lalu berteriak dan menjerit hingga es krim sudah benar-benar di tangan, bisa saja berkembang menjadi, “Jika saya ditangkap polisi, Ayah dan Ibu pasti menyewa pengacara terbaik untuk membebaskan saya dari tuduhan,” ketika anak beranjak dewasa. Sebuah penelitian di Stanford University, California, menyatakan bahwa remaja dengan orang tua yang permisif dan selalu memanjakan mereka cenderung menunjukkan prestasi akademik yang buruk dan mengonsumsi alkohol serta narkoba, dibandingkan dengan remaja dengan orang tua yang mendidik anak penuh kemandirian dan tanggung jawab.
Ada juga kasus orang tua yang selalu ingin ‘melayani’ anak. Ketika tiba saat belajar berjalan, orang tua masih menggendongnya kemanapun. Ibu selalu menyuapi meskipun anak ingin belajar makan sendiri. Seharusnya orang tua menangkap sinyal dan keinginan anak untuk mandiri, dan mendorong perilaku positif tersebut demi mengasah kemampuan dan kepercayaan diri anak.
Namun, tidak semua ahli berpendapat orang tua masa kini terlalu memanjakan anak. Isu kompleks seperti itu tidak bisa digeneralisasi. Orang tua modern telah melakukan perubahan besar dalam pola pengasuhan anak yang mengarah ke sisi positif. Para pakar berpendapat, hubungan orang tua-anak kini lebih dekat secara emosional dibandingkan dengan hubungan serupa empat atau lima dekade lalu. Anak menikmati kedekatan dengan orang tua. Yang menjadi masalah adalah orang tua terkadang tidak bisa menerapkan keakraban dan memberi batasan kepada anak dalam saat bersamaan.
Satu hal yang sulit dilakukan adalah memberi batasan jelas kepada anak, yang berarti menetapkan peraturan, larangan, dan memegang teguh kesepakatan bersama antara anak dan orang tua. Batasan tersebut bisa Anda terapkan ketika anak menginjak usia batita dan transisi itu bisa menjadi masa yang amat sulit. Jika Anda bisa memberi limpahan kasih sayang kepada si bayi, kini Anda perlu mencoba memberi larangan kepada si batita. Tentu pada awal pelatihan, anak akan tampak sangat sedih. Di sinilah keteguhan Anda sebagai orang tua diuji.
Dalam kultur masyarakat perkotaan yang super sibuk, orang tua kerap menyerah terhadap rengekan anak karena cara itu dianggap paling mudah dan paling cepat. Padahal, anak menemukan rasa aman dalam pembatasan dan konsistensi. Jika anak tidak ditegur karena memecahkan vas bunga suatu hari, tapi di lain hari dia dimarahi habis-habisan, dia tidak akan mengerti batasan yang bisa dia jadikan pegangan.
Selalu menuruti keinginan anak akan menjadi bumerang bagi orang tua dan anak. Dimulai dari “Aku mau es krim,” lalu berteriak dan menjerit hingga es krim sudah benar-benar di tangan, bisa saja berkembang menjadi, “Jika saya ditangkap polisi, Ayah dan Ibu pasti menyewa pengacara terbaik untuk membebaskan saya dari tuduhan,” ketika anak beranjak dewasa. Sebuah penelitian di Stanford University, California, menyatakan bahwa remaja dengan orang tua yang permisif dan selalu memanjakan mereka cenderung menunjukkan prestasi akademik yang buruk dan mengonsumsi alkohol serta narkoba, dibandingkan dengan remaja dengan orang tua yang mendidik anak penuh kemandirian dan tanggung jawab.
Ada juga kasus orang tua yang selalu ingin ‘melayani’ anak. Ketika tiba saat belajar berjalan, orang tua masih menggendongnya kemanapun. Ibu selalu menyuapi meskipun anak ingin belajar makan sendiri. Seharusnya orang tua menangkap sinyal dan keinginan anak untuk mandiri, dan mendorong perilaku positif tersebut demi mengasah kemampuan dan kepercayaan diri anak.
Namun, tidak semua ahli berpendapat orang tua masa kini terlalu memanjakan anak. Isu kompleks seperti itu tidak bisa digeneralisasi. Orang tua modern telah melakukan perubahan besar dalam pola pengasuhan anak yang mengarah ke sisi positif. Para pakar berpendapat, hubungan orang tua-anak kini lebih dekat secara emosional dibandingkan dengan hubungan serupa empat atau lima dekade lalu. Anak menikmati kedekatan dengan orang tua. Yang menjadi masalah adalah orang tua terkadang tidak bisa menerapkan keakraban dan memberi batasan kepada anak dalam saat bersamaan.
Sumber : http://parentsindonesia.com/
Berbagi
Komentar