Mencegah Obesitas pada Anak
Dewasa ini, tren obesitas di dunia cenderung meningkat di negara-negara Uni Eropa, China, Inggris, Amerika Serikat, termasuk juga di Indonesia. Prof. W. Philip T. James MD, PhD, profesor nutrisi di London School of Hygene, yang juga menjadi Ketua International Association for The Study of Obesity dan anggota dewan penasihat nutrisi PBB (FAO dan WHO) mengatakan, “Tren kelebihan nutrisi, baik kelebihan berat badan maupun obesitas pada anak, sedang menjadi perhatian di dunia internasional,” katanya dalam sebuah acara di Hotel Ritz Carlton, 9 Maret lalu.
Memang, Indonesia memiliki dua masalah sehubungan dengan masalah gizi anak-anak, yaitu malanutrisi dan obesitas. Masalah obesitas pada usia dini membawa masalah serius karena menjadi salah satu penyebab risiko kematian dini dan penyakit seperti jantung dan masalah lainnya di kemudian hari. Menurut Prof. Philip, masalah ini pada awalnya dianggap hanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, namun sekarang menjadi isu di negara berpendapatan rendah dan menengah, khususnya di perkotaan. Data tahun 2010 WHO menyebutkan sekitar 43 juta anak di bawah umur lima tahun mengalami obesitas, dan kampir 35 di antaranya tinggal di negara berkembang, dan sisanya di negara maju.
Masalah yang tengah menjadi tren ini diharapkan mampu ditangani oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan, masyarakat, dan tentunya produsen industri makanan. Prof. James mengatakan bahwa “food politics” di dunia memberikan kontribusi penting terhadap tren obesitas pada anak. Makanan produk industri makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak mengandung banyak nutrisi, namun bisa menjadi semacam ketagihan. “Tentunya ini disebabkan antara lain promosi makanan pada anak-anak, harga yang kompetitif, dan kemudahan mendapatkannya, termasuk layanan pesan-antar,” jelasnya. Komsumsi makanan yang banyak, tidak disertai dengan olahraga hanya akan menumpuk banyak gejala penyakit.
Penyebab obesitas pada anak ada dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan, seperti yang dijelaskan Dr. Damayanti Rusli Sjarif SpA(K). Ia menjelaskan bahwa anak yang menderita obesitas biasanya memiliki orang tua obesitas, jika salah satu orangtua menderita obesitas, maka 40 persen kemungkinan anaknya akan menderita obesitas, sedangkan bila kedua orang tua menderita obesitas, risiko meningkat menjadi 70 persen. Dr. Jacques Bindels, direktur Scientific and R&D Danone Baby Nutrition untuk regional Asia Pasifik, menyatakan bahwa obesitas yang disebabkan sifat genetik dapat terjadi sejak bayi di dalam kandungan. “Untuk itulah diperlukan pengaturan nutrisi yang tepat setiap fase kehidupan, terutama dalam masa 360 minggu pertama dalam kehidupan,” tambahnya.
Sementara itu menurut Dr. Damayanti, faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain, jumlah kalori asupan makanan, “westernized food” di kantin sekolah, ketersediaan makanan produk industri makanan yang mudah diperoleh, harga kompetitif, promosi pada anak-anak, konsumsi soft drink, susu formula pada bayi, aktivitas fisik yang kurang, trotoar jalan yang seharusnya tempat anak berjalan kaki malah dipakai pedagang kaki lima, dan faktor keselamatan anak dari korban penculikan yang menyebabkan anak selalu diantar ke sekolah oleh orangtua dengan kendaraan sehingga mengurangi aktivitas fisik.
Penanganan obesitas pada anak harus dilakukan secara serius. Prancis termasuk negara yang berhasil mengurangi angka obesitas pada anak. “Sejumlah cara dilakukan oleh Prancis, antara lain mengontrol makanan dan minuman yang dijual di sekolah, melarang segala bentuk promosi dagang terhadap anak-anak, melarang makanan yang mengandung lemak, gula, dan garam untuk dijual, kecuali industri makanan yang membayar pajak dan memasarkannya dengan sejumlah label peringatan kesehatan,” demikian kata Prof. James.
Tip Dr. Damayanti untuk mengurangi risiko obesitas pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan:
Memang, Indonesia memiliki dua masalah sehubungan dengan masalah gizi anak-anak, yaitu malanutrisi dan obesitas. Masalah obesitas pada usia dini membawa masalah serius karena menjadi salah satu penyebab risiko kematian dini dan penyakit seperti jantung dan masalah lainnya di kemudian hari. Menurut Prof. Philip, masalah ini pada awalnya dianggap hanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, namun sekarang menjadi isu di negara berpendapatan rendah dan menengah, khususnya di perkotaan. Data tahun 2010 WHO menyebutkan sekitar 43 juta anak di bawah umur lima tahun mengalami obesitas, dan kampir 35 di antaranya tinggal di negara berkembang, dan sisanya di negara maju.
Masalah yang tengah menjadi tren ini diharapkan mampu ditangani oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan, masyarakat, dan tentunya produsen industri makanan. Prof. James mengatakan bahwa “food politics” di dunia memberikan kontribusi penting terhadap tren obesitas pada anak. Makanan produk industri makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak mengandung banyak nutrisi, namun bisa menjadi semacam ketagihan. “Tentunya ini disebabkan antara lain promosi makanan pada anak-anak, harga yang kompetitif, dan kemudahan mendapatkannya, termasuk layanan pesan-antar,” jelasnya. Komsumsi makanan yang banyak, tidak disertai dengan olahraga hanya akan menumpuk banyak gejala penyakit.
Penyebab obesitas pada anak ada dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan, seperti yang dijelaskan Dr. Damayanti Rusli Sjarif SpA(K). Ia menjelaskan bahwa anak yang menderita obesitas biasanya memiliki orang tua obesitas, jika salah satu orangtua menderita obesitas, maka 40 persen kemungkinan anaknya akan menderita obesitas, sedangkan bila kedua orang tua menderita obesitas, risiko meningkat menjadi 70 persen. Dr. Jacques Bindels, direktur Scientific and R&D Danone Baby Nutrition untuk regional Asia Pasifik, menyatakan bahwa obesitas yang disebabkan sifat genetik dapat terjadi sejak bayi di dalam kandungan. “Untuk itulah diperlukan pengaturan nutrisi yang tepat setiap fase kehidupan, terutama dalam masa 360 minggu pertama dalam kehidupan,” tambahnya.
Sementara itu menurut Dr. Damayanti, faktor lingkungan yang berpengaruh, antara lain, jumlah kalori asupan makanan, “westernized food” di kantin sekolah, ketersediaan makanan produk industri makanan yang mudah diperoleh, harga kompetitif, promosi pada anak-anak, konsumsi soft drink, susu formula pada bayi, aktivitas fisik yang kurang, trotoar jalan yang seharusnya tempat anak berjalan kaki malah dipakai pedagang kaki lima, dan faktor keselamatan anak dari korban penculikan yang menyebabkan anak selalu diantar ke sekolah oleh orangtua dengan kendaraan sehingga mengurangi aktivitas fisik.
Penanganan obesitas pada anak harus dilakukan secara serius. Prancis termasuk negara yang berhasil mengurangi angka obesitas pada anak. “Sejumlah cara dilakukan oleh Prancis, antara lain mengontrol makanan dan minuman yang dijual di sekolah, melarang segala bentuk promosi dagang terhadap anak-anak, melarang makanan yang mengandung lemak, gula, dan garam untuk dijual, kecuali industri makanan yang membayar pajak dan memasarkannya dengan sejumlah label peringatan kesehatan,” demikian kata Prof. James.
Tip Dr. Damayanti untuk mengurangi risiko obesitas pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan:
- Makan tiga kali sehari, dan jeda antara waktu makan hanya mengkonsumsi air putih atau buah segar, bukan jus buah ataupun softdrink
- Konsumsi susu tinggi kalsium dan bebas lemak maksimal 500 ml/hari
- Berolahraga minimal 30 menit dalam sehari dan lima misalnya berjalan ke sekolah minimal 30 menit per hari dan 5 hari dalam seminggu.
- Membatasi menonton TV, videogames, dan komputer, maksimal 3 jam per hari.
Sumber : http://parentsindonesia.com/
Berbagi
Komentar