Kesulitan Anak Bertubuh Tinggi
Anak bertubuh tinggi sepertinya tidak punya kendala, tapi terlalu tinggi juga mendatangkan kesulitan. Mereka terlihat lebih tua dari usianya, orang dewasa –bahkan teman sebaya–sering menuntut mereka bersikap lebih matang. Marissa Cooper, saat masih berumur 3 tahun, menangis keras di sebuah mal di Greenwood, Indiana. Ibunya, Heather, mendapat komentar sinis dari orang yang mengira si kecil berusia paling tidak 5 tahun. “Seorang wanita berbicara keras kepada temannya, ‘Anak sebesar itu kok masih merengek?’” kata Heather. Kini, usia 6 tahun, tinggi badan Marissa setara dengan anak 9 tahun, dan hal itu menyulitkan pergaulannya. Anak-anak seusia Marissa menganggap anak yang “lebih besar” tidak akan mau bermain dengan mereka, dan merasa tidak nyaman dengan tubuh tinggi Marissa. Sementara anak yang sama tingginya menganggap dia belum matang. “Sulit menjadi anak jangkung. Dan, akan lebih sulit saat mulai berkencan,” kata Heather, 178 cm, yang punya pengalaman sama dengan putrinya.
Hidup tidak hanya seputar slam-dunk bagi anak laki-laki bertubuh tinggi. Orang dewasa kerap mengharapkan mereka berprestasi di bidang olahraga, tapi tidak selamanya hal itu benar. Menghadapi pertanyaan bertubi-tubi tentang kemampuan atletis bisa membuat anak, yang sering dikucilkan karena tinggi badan, merasa frustrasi.
Belum lagi gencetan. “Jika anak usia 8 tahun tampak seperti anak 10 tahun, para senior biasanya menantang berkelahi. Mereka akan mengatakan, ‘Kamu kira kamu sama kuat? Mana buktinya?’,” kata Carleton Kendrick, terapis keluarga dari Boston, yang pernah menjadi anak bertubuh paling tinggi di kelas. Namun, tetap saja anak berpostur tinggi suka menonjolkan diri. Studi di University of Southern California menyebutkan, anak laki-laki atau perempuan yang pada usia 3 tahun minimal lebih tinggi 1,2 cm dibanding teman sebayanya, cenderung lebih agresif ketika menginjak usia 11 tahun. Para ahli berspekulasi anak laki-laki atau perempuan yang tinggi, memiliki kadar testosteron lebih tinggi, yang memicu agresivitas. Atau, bisa juga anak yang tinggi biasa menggunakan kekuatan untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Jika anak mulai jengah dengan tubuhnya yang tinggi, coba taktik ini.
Anggap sebagai pujian. Buat anak merasa bangga dengan tinggi badannya. Dia bisa berkata: “Terima kasih. Saya mewarisi postur ayah,” atau “Nenek saya juga tinggi.”
Ceritakan pengalaman. Anda tentu paham bagaimana rasanya dikucilkan. Bagi pengalaman seputar manfaat dari tubuh tinggi: Bisa duduk di bangku paling belakang dan masih bisa melihat jelas ke panggung pementasan. Anda juga bisa mencoba semua wahana di taman hiburan.
Keluar dari stereotip. Putra Anda tidak perlu menjelaskan bahwa dia tidak bergabung dalam klub basket atau olahraga lain. Dia cukup berkata, “Aku tidak main basket,” dan sebutkan hal yang gemar ia lakukan: “Aku suka main sepeda,” atau “Aku bisa matematika.”
Tidak peduli anak Anda bertubuh tinggi, pendek, atau rata-rata, katakan bahwa semua anak pasti pernah diejek untuk alasan tertentu, saran Dr. Dreyer. Dan bantu dia memandang bahwa tinggi badan bukan masalah besar. Hal yang penting –seperti kebaikan, murah hati, kepintaran, dan kasih sayang – ada dalam dirinya.
Hidup tidak hanya seputar slam-dunk bagi anak laki-laki bertubuh tinggi. Orang dewasa kerap mengharapkan mereka berprestasi di bidang olahraga, tapi tidak selamanya hal itu benar. Menghadapi pertanyaan bertubi-tubi tentang kemampuan atletis bisa membuat anak, yang sering dikucilkan karena tinggi badan, merasa frustrasi.
Belum lagi gencetan. “Jika anak usia 8 tahun tampak seperti anak 10 tahun, para senior biasanya menantang berkelahi. Mereka akan mengatakan, ‘Kamu kira kamu sama kuat? Mana buktinya?’,” kata Carleton Kendrick, terapis keluarga dari Boston, yang pernah menjadi anak bertubuh paling tinggi di kelas. Namun, tetap saja anak berpostur tinggi suka menonjolkan diri. Studi di University of Southern California menyebutkan, anak laki-laki atau perempuan yang pada usia 3 tahun minimal lebih tinggi 1,2 cm dibanding teman sebayanya, cenderung lebih agresif ketika menginjak usia 11 tahun. Para ahli berspekulasi anak laki-laki atau perempuan yang tinggi, memiliki kadar testosteron lebih tinggi, yang memicu agresivitas. Atau, bisa juga anak yang tinggi biasa menggunakan kekuatan untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Jika anak mulai jengah dengan tubuhnya yang tinggi, coba taktik ini.
Anggap sebagai pujian. Buat anak merasa bangga dengan tinggi badannya. Dia bisa berkata: “Terima kasih. Saya mewarisi postur ayah,” atau “Nenek saya juga tinggi.”
Ceritakan pengalaman. Anda tentu paham bagaimana rasanya dikucilkan. Bagi pengalaman seputar manfaat dari tubuh tinggi: Bisa duduk di bangku paling belakang dan masih bisa melihat jelas ke panggung pementasan. Anda juga bisa mencoba semua wahana di taman hiburan.
Keluar dari stereotip. Putra Anda tidak perlu menjelaskan bahwa dia tidak bergabung dalam klub basket atau olahraga lain. Dia cukup berkata, “Aku tidak main basket,” dan sebutkan hal yang gemar ia lakukan: “Aku suka main sepeda,” atau “Aku bisa matematika.”
Tidak peduli anak Anda bertubuh tinggi, pendek, atau rata-rata, katakan bahwa semua anak pasti pernah diejek untuk alasan tertentu, saran Dr. Dreyer. Dan bantu dia memandang bahwa tinggi badan bukan masalah besar. Hal yang penting –seperti kebaikan, murah hati, kepintaran, dan kasih sayang – ada dalam dirinya.
Berbagi
Komentar