Belajar Melalui Uang Jajan
Masih ingat saat Anda bersusah payah menyisihkan uang jajan demi untuk membeli barang yang sudah lama diidam-idamkan? Tidak ada salahnya jika sekarang Anda “menurunkan” ilmu itu kepada si kecil. Seperti halnya Ratna. Ibu tiga orang anak lelaki ini mengaku sudah mulai mengajarkan konsep uang jajan sejak jagoan-jagoan ciliknya masih duduk di bangku TK. “Karena saya seorang ibu bekerja, anak-anak terpaksa ditinggal bersama pengasuhnya. Otomatis mereka harus terbiasa mandiri, termasuk juga mengatur uang jajannya sendiri. Walaupun awalnya tekor terus, sekarang mereka sudah cukup ‘lihai’ mengaturnya,” ujar Ratna.
Sheila Walkington, CFP, Money Coach and CFO of Money Coaches Canada berpendapat bahwa memberikan anak uang saku adalah kesempatan untuk mengajarkan cara mengatur uang sejak dini. Walkington juga mengatakan bahwa memberi uang jajan akan memangkas pengeluaran orang tua karena bisa meminimalkan kemungkinan anak merengek minta dibelikan sesuatu tanpa rencana.
Berbagai pertanyaan juga mungkin terlintas dalam benak Anda saat ingin mulai memberikan uang jajan kepada anak. Kapan sebaiknya diberikan? Berapa? Per berapa hari? Bagaimana mengajarkannya agar dia bisa mengaturnya sesuai kebutuhan?
Menurut Rakhmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk dan Rekan, anak-anak sudah bisa diberi uang jajan ketika dia sudah bisa mengenal konsep uang. “Batasan umur sebenarnya tidak ada. Jika pada usia 4 tahun anak sudah bisa mengenal dan memahami nilai dan konsep uang, serta memang membutuhkan uang saku, bisa mulai diberikan,” katanya.
Berbagai Pertimbangan
Tentunya tidak hanya sekadar memberi uang jajan, ada berbagai hal yang harus dipikirkan. “Sebaiknya, sejak awal ibu sudah mengetahui kebutuhan anak sehari-hari. Apakah anak akan berada seharian di sekolah–yang berarti harus punya uang saku untuk membeli makanan–serta berapa kisaran harga makanan yang layak untuk memenuhi kebutuhannya selama di sekolah,” jelas Rakhmi yang juga mengajar di Unisba, Bandung, ini.
Sesuaikan dengan jam sekolah. Si kakak yang sudah duduk di bangku kelas 2 SD dan si adik yang masih TK tentunya memiliki kebutuhan jajan yang berbeda. Jika si adik sudah selesai sekolah pada pukul 11.00, berarti dia hanya butuh uang jajan sedikit. Si kakak yang selesai sekolah jam 14.00 dan mungkin masih harus ikut kegiatan ekstrakurikuler tentu uang jajannya harus lebih banyak karena dia perlu membeli makan siang. Jadi jika si adik hanya diberi Rp 5.000 yang kemudian digunakannya untuk membeli kudapan di sekolah, uang jajan Rp 10.000 akan dimanfaatkan kakaknya untuk dua kali makan.
Tergantung lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah anak juga memberi andil cukup besar. Tiliklah sekolah swasta dan negeri. Beberapa sekolah swasta memberi peraturan agar anak tidak boleh keluar gerbang sekolah untuk jajan. Anak bisa jajan di dalam lingkungan sekolah dengan pilihan jajanan yang lebih bersih dan terjamin, tetapi juga lebih mahal. Sedangkan sekolah lainnya mungkin membolehkan anak keluar gerbang sekolah untuk membeli “jajanan rakyat” yang relatif jauh lebih murah.
Sesuai kemampuan. Menurut Rakhmi, sebaiknya ibu tidak memaksakan diri untuk memenuhi uang jajan anak. Apalagi sampai mengorbankan uang belanja ataupun anggaran untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. “Daripada memaksakan diri, lebih baik siasati dengan membawakan anak bekal makanan favoritnya ke sekolah untuk menghemat uang jajan dan menekan pengeluaran,” tambahnya.
Berikan tes kecil-kecilan. Sebelum memberikan uang jajan secara rutin, berikan anak sejumlah uang yang hanya cukup untuk membeli makanan dan minuman. Lihatlah cara anak menggunakan uang tersebut. Jika dia menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan, misalnya mainan, tapi makanan dan minuman yang justru dibutuhkannya malah tidak terbeli, berarti Anda harus mengkaji lagi keputusan pemberian uang jajan tersebut. Namun jika dia menggunakannya untuk jajan makanan, lalu minum dari bekal minumannya misalnya, dan barulah sisa uangnya dibelikan mainan atau benda lain, Anda bisa memertimbangkan untuk memberinya uang jajan. Apalagi jika uang jajan sisa tersebut malah dimasukkannya ke dalam celengan kesayangannya
Periode uang jajan. Layaknya gaji yang setiap bulan Anda terima, uang jajan ini pun seperti halnya gaji untuk anak. Pilihannya, apakah Anda akan memberikannya harian, mingguan, atau bulanan? Rakhmi menuturkan hal ini sebaiknya diukur dari kemampuan anak bertanggung jawab. “Ini sebenarnya tergantung pada masa perkembangan anak juga. Namun disarankan untuk memberinya secara harian, agar anak mudah mengaturnya dan menghindari uang jajan habis sebelum waktunya seperti jika diberikan secara mingguan atau bulanan.”
Sheila Walkington, CFP, Money Coach and CFO of Money Coaches Canada berpendapat bahwa memberikan anak uang saku adalah kesempatan untuk mengajarkan cara mengatur uang sejak dini. Walkington juga mengatakan bahwa memberi uang jajan akan memangkas pengeluaran orang tua karena bisa meminimalkan kemungkinan anak merengek minta dibelikan sesuatu tanpa rencana.
Berbagai pertanyaan juga mungkin terlintas dalam benak Anda saat ingin mulai memberikan uang jajan kepada anak. Kapan sebaiknya diberikan? Berapa? Per berapa hari? Bagaimana mengajarkannya agar dia bisa mengaturnya sesuai kebutuhan?
Menurut Rakhmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk dan Rekan, anak-anak sudah bisa diberi uang jajan ketika dia sudah bisa mengenal konsep uang. “Batasan umur sebenarnya tidak ada. Jika pada usia 4 tahun anak sudah bisa mengenal dan memahami nilai dan konsep uang, serta memang membutuhkan uang saku, bisa mulai diberikan,” katanya.
Berbagai Pertimbangan
Tentunya tidak hanya sekadar memberi uang jajan, ada berbagai hal yang harus dipikirkan. “Sebaiknya, sejak awal ibu sudah mengetahui kebutuhan anak sehari-hari. Apakah anak akan berada seharian di sekolah–yang berarti harus punya uang saku untuk membeli makanan–serta berapa kisaran harga makanan yang layak untuk memenuhi kebutuhannya selama di sekolah,” jelas Rakhmi yang juga mengajar di Unisba, Bandung, ini.
Sesuaikan dengan jam sekolah. Si kakak yang sudah duduk di bangku kelas 2 SD dan si adik yang masih TK tentunya memiliki kebutuhan jajan yang berbeda. Jika si adik sudah selesai sekolah pada pukul 11.00, berarti dia hanya butuh uang jajan sedikit. Si kakak yang selesai sekolah jam 14.00 dan mungkin masih harus ikut kegiatan ekstrakurikuler tentu uang jajannya harus lebih banyak karena dia perlu membeli makan siang. Jadi jika si adik hanya diberi Rp 5.000 yang kemudian digunakannya untuk membeli kudapan di sekolah, uang jajan Rp 10.000 akan dimanfaatkan kakaknya untuk dua kali makan.
Tergantung lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah anak juga memberi andil cukup besar. Tiliklah sekolah swasta dan negeri. Beberapa sekolah swasta memberi peraturan agar anak tidak boleh keluar gerbang sekolah untuk jajan. Anak bisa jajan di dalam lingkungan sekolah dengan pilihan jajanan yang lebih bersih dan terjamin, tetapi juga lebih mahal. Sedangkan sekolah lainnya mungkin membolehkan anak keluar gerbang sekolah untuk membeli “jajanan rakyat” yang relatif jauh lebih murah.
Sesuai kemampuan. Menurut Rakhmi, sebaiknya ibu tidak memaksakan diri untuk memenuhi uang jajan anak. Apalagi sampai mengorbankan uang belanja ataupun anggaran untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. “Daripada memaksakan diri, lebih baik siasati dengan membawakan anak bekal makanan favoritnya ke sekolah untuk menghemat uang jajan dan menekan pengeluaran,” tambahnya.
Berikan tes kecil-kecilan. Sebelum memberikan uang jajan secara rutin, berikan anak sejumlah uang yang hanya cukup untuk membeli makanan dan minuman. Lihatlah cara anak menggunakan uang tersebut. Jika dia menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan, misalnya mainan, tapi makanan dan minuman yang justru dibutuhkannya malah tidak terbeli, berarti Anda harus mengkaji lagi keputusan pemberian uang jajan tersebut. Namun jika dia menggunakannya untuk jajan makanan, lalu minum dari bekal minumannya misalnya, dan barulah sisa uangnya dibelikan mainan atau benda lain, Anda bisa memertimbangkan untuk memberinya uang jajan. Apalagi jika uang jajan sisa tersebut malah dimasukkannya ke dalam celengan kesayangannya
Periode uang jajan. Layaknya gaji yang setiap bulan Anda terima, uang jajan ini pun seperti halnya gaji untuk anak. Pilihannya, apakah Anda akan memberikannya harian, mingguan, atau bulanan? Rakhmi menuturkan hal ini sebaiknya diukur dari kemampuan anak bertanggung jawab. “Ini sebenarnya tergantung pada masa perkembangan anak juga. Namun disarankan untuk memberinya secara harian, agar anak mudah mengaturnya dan menghindari uang jajan habis sebelum waktunya seperti jika diberikan secara mingguan atau bulanan.”
Sumber : http://parentsindonesia.com/
Berbagi
Komentar