SMPIT Bina Amal Semarang Kembali Menjuarai Lomba Cerpen Tingkat Nasional Kemendikbud
- Diposting oleh : binaamal
- pada tanggal : 11/27/2014
Kamis, 13 November 2014 SMPIT Bina Amal kembali berhasil menggondol piala di kancah nasional Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah dua tahun berturut-turut berhasil masuk dalam 15 finalis LMCR, di tahun ketiga ini SMPIT Bina Amal melambungkan namanya dengan meloloskan dua siswi terbaiknya atas nama Aulal Muna dan Khalisha Hamida dalam final LMCR tingkat nasional. Prestasi ini sangat membanggakan karena untuk kali pertamanya SMPIT Bina Amal mampu mengantarkan dua siswa sekaligus menduduki tiga besar yaitu juara satu dan juara tiga. Di Tahun sebelumnya yaitu tahun 2012 SMPIT Bina Amal juga mengantarkan siswanya masuk 15 finalis LMCR sebagai juara 1 atas nama Khodijah Wafiya dan tahun 2013 atas nama Zahra Fauziah sebagai juara ketiga.
Penjurian lomba cerpen tersebut dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, dari 1929 cerpen yang masuk ke panitia disaring menjadi 98 cerpen. Tahap kedua dari 98 cerpen disaring lagi menjadi 15 cerpen. Tahap ketiga merupakan workshop (penjurian final) 15 cerpen terbaik yang telah dipilih oleh dewan juri. Adapun 15 naskah cerpen terbaik tersebut adalah Aulal Muna (SMPIT Bina Amal Semarang), Anjar Rian Harimurti (SMP 1 Pacitan), Khalisha Hamida (SMPIT Bina Amal Semarang), Amelia Nuraisyah Quensi Jemy (SMP 2 Blitar), Sarah Abigeil Bastian (SMP Tarakanita Gading Serpong), Rahmah Istiqomah (SMP 7 Madiun), Felia Ananda Wijaya (SMP Theresia Pangkal Pinang), Andi Indra Jaya (MTS Negeri Kupang), Angela Rezka Andua Putri (SMP 1 Pacitan), Andi Mutiara Muthoharoh (SMP 2 Pare-Pare), Raufa Sayyidah Adila (SMP 2 Tanjung Pandan Belitung), Mimi Arpati (SMP 2 Panti Sumatera Barat), Aulia Azizah (SMP Malinau Kota Kalimantan Utara), Susi Nur Kusumawati (MTSN Pamulang), Dea Nada Fauziah (SMP Islam Al Ihsan Bintaro).
Workshop penjurian final digelar hari Senin-Kamis, 10-13 November 2014 di The Riyen Premiere Hotel Jalan Raya Puncak km. 77, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Acara dibuka oleh Sekretaris Jenderal Direktorat Pendidikan Dasar dan dilanjutkan dengan technical meeting lomba. Keesokan harinya (Selasa, 11/11) penjurian final dilakukan. Finalis diminta untuk menulis cerpen secara spontan dengan tema ‘benda kesayangan’ dan dilanjutkan dengan mempresentasikan karyanya dihadapan tim juri yang merupakan sastrawan terkemuka di Indonesia. Mereka diminta mempertanggungjawabkan keorisinilitas karya selama kurang lebih tiga jam. Tim Juri yang diketuai oleh Prof. Suminto beranggotakan Agus R Sarjono, M. Hum, Sunu Warsono, M.Hum, Yeti Mulyati, M.Pd, Jamal B Rahman, M.Hum akhirnya memutuskan Aulal Muna dengan cerpen Tarian Salju Karaban menjadi juara 1 LMCR 2014, disusul Anjar Rian Harimurti dengan cerpen Gugurnya Sehelai Daun sebagai juara 2 dan Khalisha Hamida dengan cerpen Tembang Canting Kinanti sebagai juara ke 3. Karya 15 finalis nantinya akan dibukukan dan akan disebarkan ke sekolah-sekolah di penjuru Indonesia.
Cerpen Aulal Muna yang berjudul Tarian Salju Karaban berkisah tentang seorang anak bernama April yang kesal kepada ayahnya karena harus pindah rumah dari kota besar Jakarta ke sebuah desa terpencil di pelosok Pati yaitu Desa Karaban. Berawal dari peristiwa tersebut April mengalami sebuah petualangan. Di Karaban April bertemu dengan seorang gadis buta bernama Ayu yang sedih karena hutan kapuk randu di desanya akan segera ditebang untuk dijadikan perumahan elit. Karena terenyuh dengan cerita Ayu, April bertekad membantu agar hutan kapuk randu tidak ditebang. April menemukan sebuah cara, ia melakukan sebuah penelitian tentang manfaat kapuk randu. Penelitian tersebut menghantarkan April menjadi juara dalam ajang internasional Biologia Celular e Molecular Microbiologia di Brasil. Ayah April begitu bangga dengan April. Pertemanan April dan Ayu semakin erat hingga suatu hari April mengatakan kepada Ayu bahwa ia harus kembali ke Jakarta karena ayahnya pindah tugas lagi. Sebuah kejadian yang membuat April tersentak, saat ia mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke Jakarta, April menemukan sebuah surat pembatalan kontrak pembangunan perumahan elit di Karaban. Dari surat tersebut April tahu jika yang akan menebang hutan kapuk randu di Karaban adalah ayahnya sendiri.
Lain halnya dengan cerpen Khalisha Hamida. Jika cerpen Muna lebih mengangkat tema cinta lingkungan, cerpen Khalisha lebih mengangkat tema kejujuran dan cinta tanah air. Tembang Canting Kinanti berkisah tentang seorang anak perempuan, Kinanti yang mengalami konflik batin. Kinanti adalah seorang gadis remaja yang suka membatik tetapi karena keterbatasan fisik yaitu karena ia mengalami buta warna maka semangat membatiknya goyah. Ia tergiur mengikuti cara instant seperti yang dilakukan tetangganya Bu Lastri dengan membeli batik di kota lain untuk dijual kembali di Kota semarang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tindakan Kinanti diketahui oleh ibunya. Awalnya ia tidak mau mengaku tetapi setelah ibunya memberikan sebuah canting dari nenek buyutnya dan menceritakan perjalanan canting tersebut Kinanti mengakui perbuatannya bahkan Kinanti menceritakan jika ia mengalami buta warna, penyakit yang selama ini ia tutupi dari ibunya agar ibunya tidak merasa sedih. Sejak saat itu Kinanti bertekad akan membatik dengan keterbatasan yang ia miliki.
Melalui cerpen Tarian Salju Karaban, Muna berhak mendapatkan tropi, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp 7.500.000, sedangkan Khalisha berhak mendapatkan tropi, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp 6.500.000. Semoga bisa memotivasi anak-anak Indonesia untuk terus berkarya dengan pena.
Keberhasilan Aulal Muna dan Khalisa dalam kejuaraan lomba menulis cerita tingkat nasional ini tidak terlepas dari Visi dan misi sekolah di tempat mereka belajar dan menimba ilmu. Menurut Ketua Yayasan Wakaf Bina Amal, H. Joko Widodo, SE, sejak awal berdirinya sekolah Islam Terpadu Bina Amal, tempat dimana saat ini Aulal Muna dan Khalisa belajar adalah sekolah yang berkomitmen menjadi ‘sekolahnya para juara’. Maksudnya, setiap peserta didik dimotivasi agar senantiasa dalam iklim kompetisi kebaikan agar seluruh peserta didik mampu menjadi juara. Ditegaskan oleh Joko Widodo, menjadi juara adalah wujud kemandirian yang menjadi misi sekolah. Kemandirian itu sendiri akan terwujud dengan kreatifitas dan keuletan.
Penjurian lomba cerpen tersebut dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, dari 1929 cerpen yang masuk ke panitia disaring menjadi 98 cerpen. Tahap kedua dari 98 cerpen disaring lagi menjadi 15 cerpen. Tahap ketiga merupakan workshop (penjurian final) 15 cerpen terbaik yang telah dipilih oleh dewan juri. Adapun 15 naskah cerpen terbaik tersebut adalah Aulal Muna (SMPIT Bina Amal Semarang), Anjar Rian Harimurti (SMP 1 Pacitan), Khalisha Hamida (SMPIT Bina Amal Semarang), Amelia Nuraisyah Quensi Jemy (SMP 2 Blitar), Sarah Abigeil Bastian (SMP Tarakanita Gading Serpong), Rahmah Istiqomah (SMP 7 Madiun), Felia Ananda Wijaya (SMP Theresia Pangkal Pinang), Andi Indra Jaya (MTS Negeri Kupang), Angela Rezka Andua Putri (SMP 1 Pacitan), Andi Mutiara Muthoharoh (SMP 2 Pare-Pare), Raufa Sayyidah Adila (SMP 2 Tanjung Pandan Belitung), Mimi Arpati (SMP 2 Panti Sumatera Barat), Aulia Azizah (SMP Malinau Kota Kalimantan Utara), Susi Nur Kusumawati (MTSN Pamulang), Dea Nada Fauziah (SMP Islam Al Ihsan Bintaro).
Workshop penjurian final digelar hari Senin-Kamis, 10-13 November 2014 di The Riyen Premiere Hotel Jalan Raya Puncak km. 77, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Acara dibuka oleh Sekretaris Jenderal Direktorat Pendidikan Dasar dan dilanjutkan dengan technical meeting lomba. Keesokan harinya (Selasa, 11/11) penjurian final dilakukan. Finalis diminta untuk menulis cerpen secara spontan dengan tema ‘benda kesayangan’ dan dilanjutkan dengan mempresentasikan karyanya dihadapan tim juri yang merupakan sastrawan terkemuka di Indonesia. Mereka diminta mempertanggungjawabkan keorisinilitas karya selama kurang lebih tiga jam. Tim Juri yang diketuai oleh Prof. Suminto beranggotakan Agus R Sarjono, M. Hum, Sunu Warsono, M.Hum, Yeti Mulyati, M.Pd, Jamal B Rahman, M.Hum akhirnya memutuskan Aulal Muna dengan cerpen Tarian Salju Karaban menjadi juara 1 LMCR 2014, disusul Anjar Rian Harimurti dengan cerpen Gugurnya Sehelai Daun sebagai juara 2 dan Khalisha Hamida dengan cerpen Tembang Canting Kinanti sebagai juara ke 3. Karya 15 finalis nantinya akan dibukukan dan akan disebarkan ke sekolah-sekolah di penjuru Indonesia.
Cerpen Aulal Muna yang berjudul Tarian Salju Karaban berkisah tentang seorang anak bernama April yang kesal kepada ayahnya karena harus pindah rumah dari kota besar Jakarta ke sebuah desa terpencil di pelosok Pati yaitu Desa Karaban. Berawal dari peristiwa tersebut April mengalami sebuah petualangan. Di Karaban April bertemu dengan seorang gadis buta bernama Ayu yang sedih karena hutan kapuk randu di desanya akan segera ditebang untuk dijadikan perumahan elit. Karena terenyuh dengan cerita Ayu, April bertekad membantu agar hutan kapuk randu tidak ditebang. April menemukan sebuah cara, ia melakukan sebuah penelitian tentang manfaat kapuk randu. Penelitian tersebut menghantarkan April menjadi juara dalam ajang internasional Biologia Celular e Molecular Microbiologia di Brasil. Ayah April begitu bangga dengan April. Pertemanan April dan Ayu semakin erat hingga suatu hari April mengatakan kepada Ayu bahwa ia harus kembali ke Jakarta karena ayahnya pindah tugas lagi. Sebuah kejadian yang membuat April tersentak, saat ia mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke Jakarta, April menemukan sebuah surat pembatalan kontrak pembangunan perumahan elit di Karaban. Dari surat tersebut April tahu jika yang akan menebang hutan kapuk randu di Karaban adalah ayahnya sendiri.
Lain halnya dengan cerpen Khalisha Hamida. Jika cerpen Muna lebih mengangkat tema cinta lingkungan, cerpen Khalisha lebih mengangkat tema kejujuran dan cinta tanah air. Tembang Canting Kinanti berkisah tentang seorang anak perempuan, Kinanti yang mengalami konflik batin. Kinanti adalah seorang gadis remaja yang suka membatik tetapi karena keterbatasan fisik yaitu karena ia mengalami buta warna maka semangat membatiknya goyah. Ia tergiur mengikuti cara instant seperti yang dilakukan tetangganya Bu Lastri dengan membeli batik di kota lain untuk dijual kembali di Kota semarang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tindakan Kinanti diketahui oleh ibunya. Awalnya ia tidak mau mengaku tetapi setelah ibunya memberikan sebuah canting dari nenek buyutnya dan menceritakan perjalanan canting tersebut Kinanti mengakui perbuatannya bahkan Kinanti menceritakan jika ia mengalami buta warna, penyakit yang selama ini ia tutupi dari ibunya agar ibunya tidak merasa sedih. Sejak saat itu Kinanti bertekad akan membatik dengan keterbatasan yang ia miliki.
Melalui cerpen Tarian Salju Karaban, Muna berhak mendapatkan tropi, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp 7.500.000, sedangkan Khalisha berhak mendapatkan tropi, piagam dan uang pembinaan sebesar Rp 6.500.000. Semoga bisa memotivasi anak-anak Indonesia untuk terus berkarya dengan pena.
Keberhasilan Aulal Muna dan Khalisa dalam kejuaraan lomba menulis cerita tingkat nasional ini tidak terlepas dari Visi dan misi sekolah di tempat mereka belajar dan menimba ilmu. Menurut Ketua Yayasan Wakaf Bina Amal, H. Joko Widodo, SE, sejak awal berdirinya sekolah Islam Terpadu Bina Amal, tempat dimana saat ini Aulal Muna dan Khalisa belajar adalah sekolah yang berkomitmen menjadi ‘sekolahnya para juara’. Maksudnya, setiap peserta didik dimotivasi agar senantiasa dalam iklim kompetisi kebaikan agar seluruh peserta didik mampu menjadi juara. Ditegaskan oleh Joko Widodo, menjadi juara adalah wujud kemandirian yang menjadi misi sekolah. Kemandirian itu sendiri akan terwujud dengan kreatifitas dan keuletan.
Berbagi
Komentar