Membentuk Perilaku Anak Usia Sekolah
Seiring anak semakin besar, trik disiplin yang pernah berhasil dilakukan sudah tidak manjur lagi. Namun Anda bisa memerbaharui rencana Anda. Oleh Leslie Garisto Pfaff
Anak-anak berusia 7-8 tahun tidak hanya tumbuh menjadi lebih mandiri, mereka juga menyelaraskan rasa mereka terhadap perilaku yang benar dan tidak–jadi kemungkinannya, mereka akan mengaku tidak bersalah dan membela diri semampunya. Orang tua yang bergantung pada hukuman di masa lalu mungkin terutama yang merasa frustrasi pada tahap ini. “Penyetrapan (time-out) tidak dirancang untuk menghukum anak, tapi untuk membantu mereka mendapatkan kembali kendali emosinya,” ujar Joshua Sparrow, MD, lektor psikiatri di Harvard Medical School dan penulis Discipline: The Brazelton Way. Dan di usia 7 atau 8 tahun, perilaku buruk tidak melulu tentang emosi yang lepas kendali tapi tentang anak yang menguji batasan. Kendati demikian, hanya karena anak Anda tidak mau berdisiplin, tidak berarti dia sudah tidak membutuhkannya lagi. Untuk mencari metode yang akan berhasil bagi si kecil, cek tip dari pakar kami.
Tetap tenang.
Meninggikan suara Anda mengubah fokus dari kelakuan buruk anak menjadi emosi kemarahan Anda sendiri–dan Anda masih akan bisa menyampaikan keseriusan situasi tanpa berteriak. “Anak-anak berusia 7-8 tahun bisa bersikap sensitif terhadap kritikan, jadi menggunakan sentuhan lembut untuk memandu mereka bersikap baik adalah hal yang sangat membantu,” ujar Eileen Kennedy-Moore, PhD, psikolog di Princeton, New Jersey dan penulis Smart Parenting for Smart Kids: Nurturin Your Child’s True Potential. Nyatanya, anak-anak di usia ini ingin sekali memahami orang tuanya–dan dunia di sekitar mereka–dimana ini mengapa mereka menjadi lebih cenderung mengubah perilaku saat memahami alasan Anda ingin dia melakukan hal tersebut. Misalnya, katakan kepada anak bahwa menyerobot bukanlah hal yang adil bagi orang lain yang telah menunggu. Begitu dia memahaminya, jangan mengulangi terus penjelasan Anda tanpa henti. Katakan kepadanya bahwa jika berperilaku buruk lagi, maka akan ada kelanjutannya.
Memilih hukuman yang penuh arti.
Anak-anak di usia ini menghargai pemikiran “jika...lalu” (”Jika aku tidak membawa sampah keluar tepat pada waktunya, dapur akan menjadi bau”), jadi mereka siap untuk disiplin yang melibatkan konsekuensi. Pemikiran akan keadilan penting bagi mereka, jadi ingatlah saat Anda mengenakan sebuah penalti. “Coba pilih sesuatu yang cocok dengan ’tindak kejahatan’–jadi jika anak mengabaikan permintaan Anda yang sudah berulang-ulang untuk mematikan TV, matikan saja televisinya,” saran Thomas Phelan, PhD, penulis 1-2-3 Magic: Effective Discipline for Children 2-12. Jika dia memecahkan figurin neneknya dan berbohong akan hal tersebut, biarkan dia menabung dari uang jajannya atau mendapatkan uang dari mengerjakan tugas rumah tangga untuk mengganti figurin dengan yang baru. Namun jangan kaget jika dia mencoba bernegosiasi akan disiplinnya. “Sebelum Anda memberinya hukuman, pastikan dengan jelas dalam benak Anda, apakah hal ini bisa ditawar atau tidak,” kata Dr. Sparrow. Dalam beberapa kasus, Anda mungkin bisa mendapatkan masukan dari anak. Misalnya, jika Anda ingin membuatnya menebus kesalahan karena mengabaikan janji untuk menghabiskan waktu dengan adiknya, Anda bisa bertanya apakah dia lebih suka merelakan diri tidak ikut pergi dengan teman-temannya atau justru adiknya boleh ikut. Namun jika perilaku buruk melibatkan pelanggaran serius, seperti memukul atau berbohong, teguhkanlah hati dan nyatakan dengan tenang tapi tegas: “Ini tidak boleh ditawar.”
Biarkan dunia sesungguhnya yang bekerja.
Pelajaran hidup sesungguhnya bisa membuat kesan yang bertahan lama. Ketika seorang anak berusia 8 tahun bernama Noa Licha dari Montreal tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya sebelum tidur, ibunya, Sarah, memutuskan bahwa dia akan menyelesaikannya keesokan harinya daripada tidur larut malam, bahkan jika ini berarti tidak bisa selesai tepat waktu. Saat guru Noa memberinya penalti karena keterlambatan, pelajaran itu menjebaknya. “Mengetahui bahwa dia akan harus bertanggung jawab telah mengubah berbagai hal,” kata ibunya. “Kini dia merasa harus memenuhi tenggat waktu–dan dia melakukannya.” Sulit untuk berdiri di belakangnya dan membiarkan anak Anda menderita karena konsekuensi keputusan yang salah. Kendati demikian, ingatlah bahwa rasa tidak nyaman itu hanya sementara, tapi manfaatnya bisa seumur hidup.
Menghargai perilaku baik.
Jika Anda mendapati si kecil melakukan sesuatu yang selama ini sudah Anda coba suruh agar dia melakukannya, seperti menyikat gigi tanpa harus mengomelinya atau menyantap sarapan sebelum pergi sekolah, ucapkan terima kasih kepadanya dan katakan bahwa Anda menghargainya, saran David Sabine, PhD, psikolog yang menangani keluarga di Wichita, Texas. Pujian Anda akan sangat berarti dan menanamkan kebiasaan positif dalam dirinya. Untuk perilaku buruk kronis–seperti mengejek adik atau kakaknya–menggunakan kombinasi antara penguatan dan konsekuensi , kata Dr. Sabine. Katakan kepada anak bahwa jika dia berperilaku buruk, akan ada penalti, tapi jika dia bersikap baik terus menerus–bisa melewati seminggu tanpa mengejek adik lelakinya, misalnya–Anda akan menghargainya dengan berjalan-jalan keluar atau memberi waktu bermain tambahan. Begitu perilaku baik sudah menjadi kebiasaan, hentikan reward. Namun memberikan pujian sesekali masih merupakan pengingat yang bagus bahwa dia melakukan hal yang semestinya.
Menyetrap untuk menenangkan diri.
Sementara menyetrap (time out) tidak akan menjadi teknik utama Anda, teknik ini masih bisa membantu anak menetralkan diri saat emosinya memuncak. “Katakan kepadanya, ‘Kamu sedang kesal–kita akan membantu kamu menenangkan diri’,” ujar Dr. Sparrow. “Lalu biarkan dia pergi ke kamarnya sampai dia merasa lebih terkendali.”
Sumber :http://parentsindonesia.com/
Berbagi
Komentar